Minggu, 27 Mei 2012

Makam Syeh Jangkung


Saridin atau terkenal dengan nama Syeh Jangkung konon merupakan salah seorang murid Sunan Kalijaga (Wali Songo). Beliau dimakamkan di Desa Landoh, Kecamatan Kayen. Jarak dari kota Pati kira-kira 17 Km kearah selatan menuju Kabupaten Grobogan. Makam ini banyak dikunjungi orang setiap hari Jumat Kliwon dan Jumat Legi.

Upacara Khol dilaksanakan 1 tahun sekali, yaitu setiap tanggal 14 – 15 bulan Rajab dengan acara :
- Upacara Ganti Selambu
- Pasar Malam
- Pengajian
Makam ini ramai dikunjingi wisatawan, lebih-lebih hari Jum’at Pahing, pengunjung dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera bahkan Malaysia dan Singapura.
Pintu Makam
Sejarah Singkat :
Menurut cerita Saridin (Syech Jangkung) dilahirkan di Desa Landoh Kiringan Tayu.Setelah dewasa beliau berkelana di daerah-daerah Pulau Jawa bahkan sampai di Sumatera untuk menyebarkan Agama Islam. Waktu masih hidup beliau wasiat apabila wafat agar dimakamkan di Desa Landoh,Kayen.
Dikomplek Makam Saridin ada beberapa makam :
a. Makam bakul legen yaitu Prayoguna dan Bakirah.
b. Makam isteri-isterinya yaitu RA Retno Jinoli dan RA Pandan Arum.

sumber : http://kabupatenpati.com



Kidung Suci Para Wali: Ilir-ilir

Tembang Ilir-ilir mengajak kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, hendaknya di mulai ketika usia masih muda, selagi masih lebih banyak tenaga, waktu, dan kesempatan. Agar ketika umur kita tinggal sejengkal kita sudah siap untuk menghadapNya.
Sebenarnya Ilir-ilir ditujukan untuk mengajak kita bermakrifat kepada Allah swt, untuk merintisnya haruslah dimulai ketika usia masih muda, karena perjalanan menuju Makrifatullah adalah sangat panjang dan berliku, di awali dengan menata dan mempersiapkan diri, untuk menerima Cahaya Nya.
Isi Tembang ilir-ilir :
 ilir-ilir, ilir-ilir :
tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…
Ilir-ilir Ilir-ilir tandure wus sumilir. Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi
makna: Wahai kalian, bangunlah dari tidur dan mimpimu, sebab tunas-tunasmu , “tanaman”nya telah bersemi
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar, Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru
maksudnya, Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.
Cah angon, cah angon, penek(e)na blimbing kuwi, Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu.
kandungannya: Yang disebut anak gembala disini adalah diri kita, menggembala nafsu kita . Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi kita diperintahkan untuk memberi menjalankan ajaran Islam secara benar.
Lunyu-lunyu penek(e)na kanggo mbasuh dodot (s)ira, Meski licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu.
uraian: Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Orang Islam tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena, Islam itu seperti pakaian bagi jiwanya. Dan bukan sembarang pakaian biasa.
Dodot (s)ira, dodot (s)ira kumitir bedah ing pingggir, Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek.
penjelasan, Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek. Pakaian peradaban itu….perbaikilah, anyamlah, muliakanlah dan tutupkan aibnya
Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore, Jahitlah, perbaikilah untuk menghadap (Gustimu) pada hari tuamu.
maksudnya, Sebo artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti). maka memperbaiki ibadahmu untuk bekal ketika nanti menghadap Gusti Allah.
Mumpung gedhe rembulane, mumpun jembar kalangane, Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang
kandungannya, Selagi masih banyak waktu, masih muda, selagi masih banyak kesempatan, dan masih punya kekuatan. Jangan menunggu untuk menjadi tua
Ya surak o, surak hiyo, Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA
Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa, kita sambut dengan gembira. Ada yang bilang tembang ilir-ilir di ciptakan oleh Sunan Kalijaga,  sebagian orang mengatakan tembang ilir-ilir di buat oleh Sunan Bonang, Klo menurut Anda tembang ilir-ilir digubah oleh siapa?


sumber ;  http://walijo.com/ilir-ilir/#more-4639

Sabtu, 26 Mei 2012


Sejarah Samin

Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.
Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengmbangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial. Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.
Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL,dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh radenPranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914. Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut Samin menyebarkan ajarannya didistrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.
Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi mengalami kegagalan. Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak, bahkan di daerah Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun.
Di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh
Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama Raden Kohar , adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.

Gua Pancur di Pati

Sebuah gua besar dan panjang yang di dalamnya diairi air setinggi orang dewasa. Konon panjangnya mencapai belasan kilometer, namun yang bisa dijelajahi dengan alat seadanya hanyalah berkisar kurang dari satu km.

Gua yang terletak di Desa Jimbaran Kecamatan KayenKabupaten Pati ini pernah pernah menjadi ajang digelarnya Raimuna Daerah Gerakan Pramuka se-Jawa Tengah pada tahun 1996. Sayang lokasi wisata yang awalnya mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten sekarang terbengkalai.